Musi Rawas, ST-Asal muasal keberadaan wilayah Musi Rawas dapat dilacak semenjak runtuhnya Kesultanan Palembang ketangan Pemerintah kolonial belanda pada tahun 1821. Upaya perlawanan rakyat Sumatera Selatan mendapat dukungan benteng jati dan enam pasirah yang berasal dari pasemah lebar. Penguasa kesultanan palembang yang dijabat oleh Sultan Muhammad Badaruddin ll ditangkap dan diasingkan ke ternate.
Kemudian Belanda menghapus status Kesultanan Palembang menjadi Keresidenan Palembang dan daerah kekuasaan Kesultanan Palembang dikuasai penjajahan Belanda. Sejak itulah pemerintahan kolonial Belanda mengembangkan wilayah jajahannya bagian ulu Palembang ( Suwandi 2003 ).
Semasa penjajahan Belanda, Keresidenan Palembang dalam kurun waktu 1825-1966 mengembangkan sistem pemerintahan dalam wilayah jajahannya yang menganut azaz dekonsetrasi sehingga Keresidenan Palembang dibagi atas tiga wilayah binaan afdeeling ( Sekarang Kabupaten ) yaitu Afdeeling Banyuasin en kubustreken ibukotanya Palembang, Afdeeling Palembangsche Beneden Landen ibukotanya Baturaja dan Afdeeling Palembangsche boven Landen, ibukotanya Lahat.
Wilayah afdeeling Palembang Boven Landen dibagi dalam beberapa Oafd diantaranya Oafd Lematang Ulu Ibukotanya Lahat, Oafd tanah Pasemah, ibukotanya Bandar, Oafd Lematang Ilir Ibukotanya Muara Enim,Oafd Tebing Tinggi Empat Lawang Ibukotanya Tebing Tinggi, Oafd Musi Ulu Ibukotanya Muara Beliti dan Oafd Rawas Ibukotanya Surulangun Rawas.
Dalam sistem pemerintahan pada masa kolonial Belanda, Afdeeling dikepala oleh seorang Assisten Residen yang membawahi Oafd yang dikepalahi oleh Controleur. Setiap Oafd juga membawahi Onder Distric yang dipimpin oleh seorang Demang. Berdasarkan pembagian Afdeeling tersebut Musi Rawas merupakan gabunga wilaya Oafd Musi Ulu dan Oafd Rawas.
Sejak tahun 1907 Onder Distric Muara Beliti dan Muara Kelingi diintergrasikan ke dalam Oafd Musi Ulu. Dengan perkembangan yang pesat pemerintahan kolonial Belanda membangun jaringan rel Kereta Api dari Palembang-Lahat-Lubuklinggau dan selesai pada tahun 1933. Seiring dengan dibangunnya jalur Kereta Api dan berpusat di Lubuklinggau, maka pada tahun itu juga ibukota Oafd Musi Ulu dipindahkan dari Muara Beliti ke Lubuklinggau.
Selain pembangunan sarana transportasi tersebut diikuti dengan pembangunan prasarana perkantoran dan pendukung lainnya, sarana peribadaan seperti Masjid Agung ( Depan polresta ) dan gereja ( di kelurahan Bandung kiri sekarang ), penjara ( Bank BNI sekarang ) yang dimulai dibangun tahun 1928 hingga 1933.
Akibat jauhnya pemerintahan kolonial Belanda oleh militer jepang pada tanggal 17 fabruary 1942, maka kepala Oafd Musi Ulu De Mey dan Aspirant Controleur Ten Kate menyerahkan jabatannya kepada jepang pada 1 Maret 1942. Semua instansi pemerintah eks kolonial Belanda dikuasi Jepang. Kemudian militer Jepang mengadakan perubahan struktur dan jabatan dalam bahasa Jepang.
Pada 20 April 1943 dilakukan penggabungan Oafd Musi Ulu ( Musikami Gun ) dengan Oafd Rawas ( Rawas Gun ) menjadi Gun Syuu Musi Ulu Rawas yang dijabati oleh Kato dan kemudian diganti oleh Saweda. Penggabungan kedua wilayah Oafd ( Gun ) menjadi dasar lahirnya Musi Rawas, oleh karna itu setiap tanggal 20 April diperingati sebagai Hari Jadi Musi Rawas. Pada masa pemerintahan Bunsyuuco Saweda, sebagai wakilnya ditunjuk R. Ahmad Abusamah, yang kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 pascakemerdekaan RI diserahi jabatan sebagai Bupati Pertama di Kabupaten Musi Ulu Rawas ( Bappeda, 2004 ).