Muratara, ST-Terkait postingan di facebook tersebut, mohon berkenan yang memposting konten tersebut dan yang mewancarai pelanggar, agar lakukan klarifikasi untuk cek dan cek kembali sebelum memposting ke medsos, apakah kejadiannya seperti yang menjadi dugaan atau bukan, agar terhindar dari fitnah dan pencemaran nama baik.
Rekan-rekan perlu saya jelaskan hasil lidik Paminal kami dengan meminta keterangan dari beberapa saksi.
Bahwa, kejadian tersebut bermula dari kegiatan patroli hunting sat lantas yg menemukan adanya pelanggaran secara kasat mata terhadap seorang pengendara sepeda motor merk Honda Type Beat yang dikendarai sdr Heven alias Matdi dimana secara jelas terlihat oleh mata petugas, kendaraan motor tersebut tidak dilengkapi Plat Nomor Kendaraan, tidak dilengkap Kaca spion dan pengendara tidak menggunakan helm.
Perlu dipahami bersama bahwa berdasar pada Vademinkum Polisi Lalu Lintas, BAB III, penindakan pelanggaran lalu lintas digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Pendakan bergerak (hunting), dimana sifat penindakan terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan (tertangkap tangan sbgmna dimaksud dlm Pasal 111 KUHAP).
2. Penindakan ditempat/Stasioner yaitu cara melaksanakan pemeriksaan dengan posisi statis yg biasa disebut Razia yg dilengkapi dengan surat perintah dan plang tanda razia.
Yang dilakukan oleh petugas lantas kami pada kejadian tersebut adalah penindakan bergerak/hunting, bukan penindakan ditempat/razia, artinya pada saat anggota kami sedang patroli kemudian melihat adanya pelanggaran yg tertangkap tangan.
Kembali pada kronologi kejadian.
Pada saat petugas kami dalam melaksanakan mobile hunting tersebut menemukan sdr Heven alias Mardi mengendarai sepeda motor dengan pelanggaran sbb:
1. tidak mengenakan helm (pasal 291 ayat 1 denda Rp. 250.000
2. tidak terpasang plat nomor kendaraan (pasal 280 dengan denda Rp. 500.000,-)
3. tidak terpasang spion (pasal 285 dengan denda Rp. 250.000,-)
Setelah dilakukan pemeriksaan ditempat, sdr Heven alias Mardi tidak dapat menunjukan SIM dan STNK, dimana pelanggaran tersebut tercantum dlm:
1. Tidak dapat menunjukan STNK (pasal 288 ayat 1 dengan denda Rp. 500.000,-)
2. Tidak dapat menunjukan SIM (pasal 288 ayat 2 dengan denda Rp. 250.000,-)
Dengan adanya temuan pelanggaran tersebut, kemudian petugas kami mengamankan kendaraan tersebut dan memberikan tilang slip warna biru yang artinya pelanggar harus membayar denda melalui Briva yang bisa dibayarkan melalui indomaret atau langsung ke BRI (tidak boleh dititipkan pada petugas)
Kemudian di hari yang sama sdr Heven mendatangi sat lantas dengan menyerahkan amplop yang berisi uang sebesar Rp. 400.000,- dengan membawa STNK yang blm disahkan krna pajak belum terbayarkan. Dan sdr Heven alias Mardi mengakui memiliki BPKB kendaraan tersebut.
Kemudian petugas kami mengarahkan bahwa dalam hal tilang, anggota sat lantas tdk menerima titipan uang denda tilang, pelanggar wajib membayar melalui BRIVA.
Namun sdr Heven alias Mardi mengatakan tidak mengerti bagaimana cara membayar Denda melalui Briva. Yang kemudian dibantu oleh petugas Sat Lantas membayar ke Briva.
Namun kena jumlah uang yg akan dibayarkan kurang, (pelanggar sdr Heven alias Mardi hanya membawa Rp. 400.000,-) maka petugas kami menyampaikan bahwa uang yang dibawanya kurang untuk dibayarkan denda sebagaimana tercantum dalam pasal pelanggaran di surat Tilang sehingga petugas kami meminta tambah kekurangan uang denda tersebut untuk dibantu dibayarkan melalui BRIVA.
Demikian penjelasan saya kepada rekan-rekan jurnalis, dimana penjelasan tersebut adalah hasil penyelidikan Paminal Propam.